Jangan Merusak Kepribadian Anak Remaja
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Jangan Merusak Kepribadian Anak Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 24 Muharram 1446 H / 30 Juli 2024 M..
Kajian Tentang Jangan Merusak Kepribadian Anak Remaja
Berteriak
Ini adalah cara komunikasi yang buruk kepada anak-anak dan remaja. Berteriak dapat meniadakan komunikasi dan merusak pemahaman antara kedua belah pihak, yaitu orang tua dan anak. Seorang anak akan berada dalam posisi mempertahankan diri dan cenderung takut kepada suara yang keras dan tinggi. Terutama bagi anak-anak, hal ini mengejutkan dan membuat mereka takut.
Semua manusia, ketika muncul rasa takut pada diri mereka, secara otomatis akan memunculkan insting untuk mempertahankan diri. Anak akan berusaha mengatasi rasa takutnya, sehingga orang tua menjadi sosok yang dihindari. Manusia akan lari dari rasa takut karena tidak ada orang yang nyaman dalam kondisi takut. Ketika orang tua selalu memposisikan anak dalam kondisi takut, anak itu akan menjauh dan menghindar.
Perhatian anak akan tertuju pada cara yang mampu melindunginya, dan boleh jadi dia akan mencari sosok lain yang dipandang lebih menenangkan dan membuatnya nyaman. Sehingga, mungkin dia akan lebih dekat kepada kakek-neneknya, paman-bibinya, atau orang-orang lain.
Bahkan, ada yang mungkin lebih dekat kepada pembantunya (jika orang tuanya punya pembantu) atau kepada teman-temannya, atau siapa pun yang bisa merangkulnya. Jadi, perhatiannya akan tertuju kepada cara yang mampu melindunginya berupa respons perilaku yang cepat, dan ia tidak memperhatikan perilaku apa pun yang disebabkan oleh teriakan tersebut. Artinya, ia tidak akan merespons teriakan atau suara tinggi itu, apa pun isinya.
Kadang-kadang orang tua menasihati anak dengan berteriak-teriak dengan suara tinggi, dan itu bukan cara yang hikmah dalam menyampaikan nasihat. Allah berfirman dalam Surah An-Nahl:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik” (QS. An-Nahl [16]: 125).
Salah satu cara yang hikmah dalam menyampaikan nasihat adalah dengan lemah lembut, bukan dengan suara tinggi atau teriakan. Maka nasihat kita pun tidak akan direspon. Ini kadang-kadang membuat orang tua semakin marah dan semakin tinggi suaranya ketika merasa nasihat atau kata-katanya tidak direspon, yang pada akhirnya membuat hubungan antara keduanya semakin jauh dan renggang.
Berteriak merupakan cara yang paling buruk dalam berinteraksi dengan anak, terutama dengan anak. Bahkan, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam disifatkan sebagai seseorang yang tidak suka berteriak di pasar:
ولا سخابا في الأسواق
“Beliau bukan orang yang suka berteriak di pasar” (HR. Ibnu Hibban).
Jika di pasar, yang kita tahu suasananya hiruk-pikuk dan banyak orang dari berbagai tingkatan pendidikan, berteriak-teriak saja tidak baik, walaupun sebagian orang berasumsi bahwa berteriak di pasar tidak baik dilakukan oleh seorang mukmin. Lalu bagaimana lagi jika itu terjadi di rumah. Rumah kita bukan pasar, dan tentu lebih tidak baik lagi jika di rumah terjadi teriakan.
Umar bin Khattab pernah marah kepada dua orang yang mengangkat suara mereka agak tinggi di dalam Masjid Nabawi. Itu bukan berteriak, hanya mengangkat suara agak lebih tinggi saja sudah ditegur oleh Umar karena tidak baik. Apalagi berteriak. Kita mungkin pernah melihat kondisi beberapa rumah yang tidak ada suara pelan di situ, semuanya mengangkat suara tinggi-tinggi. Ini adalah kondisi yang tidak kondusif bagi pendidikan anak.
Demikian pula, di lingkungan pendidikan seharusnya sama. Sekolah bukanlah pasar atau tempat umum di mana berteriak-teriak dianggap biasa. Sekolah adalah tempat di mana anak-anak mengenyam pendidikan. Tempat ini seharusnya juga dijauhkan dari teriakan-teriakan, sehingga kondisi sekolah menjadi nyaman untuk menuntut ilmu dan belajar.
Teriakan sebagai cara komunikasi yang buruk memiliki pengaruh negatif yang jauh lebih besar daripada memukul atau hukuman lainnya. Mungkin kita pernah diteriaki oleh seseorang, dan itu membuat kita merasa tidak nyaman. Teriakan tersebut membawa memori negatif yang cenderung lebih diingat daripada tindakan lain yang mungkin kita lupakan.
Misalnya, ketika kita diteriaki di jalan raya karena melakukan kesalahan kecil, itu saja sudah membuat kita tidak nyaman. Sama halnya dengan suara klakson yang dibunyikan tanpa perlu. Di beberapa negara, klakson hanya digunakan jika benar-benar diperlukan untuk menghindari hiruk-pikuk suara yang tidak nyaman.
Kondisi ini juga berlaku di rumah. Bayangkan jika dalam satu rumah semua anggota keluarga berbicara dengan berteriak-teriak satu sama lain. Ini akan berpengaruh pada kondisi hati, membuat suasana hati menjadi tidak tenang dan tidak nyaman.
Ibadah juga digambarkan dengan ketenangan dan sakinah. Kita diperintahkan untuk mendatangi shalat dengan tenang dan khusyuk, Misalnya, ketika berada di dalam masjid, kita merasakan ketenangan karena tidak ada suara hiruk-pikuk, berbeda dengan ketika kita masuk ke pasar. Di pasar, hati kita tidak tenang karena suara hiruk-pikuk yang membuat hati tidak nyaman, bukan hanya karena banyaknya maksiat di dalamnya, tetapi juga karena kondisinya yang tidak membuat hati kita tenang.
Jadi, ibadah digambarkan dengan ketenangan karena memang tujuannya adalah untuk membawa ketenangan. Artinya, harus dijauhkan dari suara-suara yang tinggi. Teriakan-teriakan ini akan membawa memori negatif di dalam otak, terutama pada anak-anak dan remaja. Memori ini akan menempel pada mereka dan disimpan dalam waktu yang cukup lama, bahkan mungkin sepanjang hidup mereka. Ketika mereka dewasa, suara apapun yang keras akan berakibat negatif terhadap perasaan mereka, membuat mereka merasa seperti anak kecil yang lemah.
Orang yang diteriaki merasa inferior dan lemah, sedangkan orang yang berteriak merasa kuat dan superior. Hal ini sangat tidak baik dalam mendidik anak. Makanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an,
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman[31]: 19)
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54337-jangan-merusak-kepribadian-anak-remaja/